5 Apr 2009

Love Of Blood And Spirit

5 Apr 2009



Lelaki itu sudah mengabdi pada ibunya sampai tuntas. Ia menggendong ibunya yang lumpuh. Memandikan dan mensucikannya dari semua hadats-nya. Ikhlas penuh ia melakukannya. Itu balas budi dari seorang anak yang menyadari bahwa perintah berbuat baik pada orang tua diturunkan Allah persis setelah perintah tauhid.
Tapi entah karena dorongan apa ia kemudian bertanya pada Umar Bin Khattab: “Apakah pengabdianku sudah cukup untuk membalas budi ibuku?”. Lalu Umar pun menjawab: “Tidak! Tidak cukup! Karena kamu melakukannya sembari menunggu kematiannya, sementara ibumu merawatmu sembari mengharap kehidupanmu”.
Tidak! Tidak! Tidak!...




Tidak ada budi yang membalas budi seorang ibu. Apalagi mengimbanginya. Sebab cinta ibu mengalir dari darah dan ruh. Anak adalah buah cinta dua hati. Tapi ia tidak di titip dalam dua rahim. Ia dititip dalam rahim sang ibu selama sembilan bulan: disana sang hidup bergeliat dalam sunyi sembari menyedot saripati kehidupan sang ibu. Lalu ia keluar diantar darah: inilah ruh baru yang dititip dari ruh yang lain.
Itu sebabnya cinta ibu merupakan cinta misi. Tapi dengan ciri lain yang membedakan dari jenis cinta misi yang lainnya, darah! Ya, darah! Anak adalah metamorfosis dari darah dan daging sang ibu, yang lahir dari sebuah kesepakatan. Cinta ini adalah campuran darah dan ruh. Ketika seorang ibu menatap anaknya yang sedang tertidur lelap, ia akan berkata di akar hatinya: itu darahnya, itu ruhnya! Tapi ketika ia memandang anaknya sedang merangkak dan belajar berjalan, ia akan berkata didasar jiwanya: itu hidupnya, itu harapannya, itu masa depannya! Itu silsilah yang menyambung kehadirannya sebagai peserta alam raya.
Itu kelezatan jiwa yang tercipta dari hubungan darah. Tapi diatas kelezatan jiwa itu ada kelezatan ruhani. Itu karena kesadarannya bahwa anak adalah amanat langit yang harus dipertanggungjwabkan di akhirat. Kalau anak merupakan isyarat kehadirannya dimuka bumi, maka ia juga penentu masa depannya di akhirat. Dari itu ia menemukan semangat penumbuhan tanpa batas: anak memberinya kebanggaan eksistensial, ia juga sebuah pertanggungjawaban dan sepucuk harapan tentang tempat yang lebih terhormat di surga berkat doa-doa sang anak.
Dalam semua perasaan itu sang ibu tidak sendiri. Sang ayah juga berserikat bersamanya. Sebab anak itu kesepakatan jiwa mereka. Mungkin karena kesadaran tentang sisi dalam orang tua itu, DR.Mustafa Sibai menulis persembahan kecil dihalaman depan buku monumentalnya “Kedudukan Sunnah Dalam Syariat Islam”. Buku ini, kata Sibai, kupersembahkan kepada ruh ayahandaku yang senantiasa melantunkan doa-doanya: “Ya Allah, jadikan anakku ini sebagai sumber kebaikanku di akhirat kelak”.
Doa sang ibu dan sang ayah selamanya merupakan potongan-potongan jiwanya. Karena itu ia selamanya terkabul.

Related Post:

0 comments:

Post a Comment

 

Author

My photo
Kehidupan adalah permainan puzzle, kadangkala mudah untuk mencari potongan puzzle yang kita butuhkan, kadangkala kita kesulitan, bingung, bahkan panik sehingga seringkali kita memaksakan potongan puzzle yang tidak tepat. yang menyebabkan kesempurnaan menjadi ternodai hanya dengan setitik tinta. maka ketika puzzle telah tersusun sempurna Kita baru mengerti apa maksud Sang Pencipta (Sesungguhnya akal manusia sangat terbatas).

Posting Terbaru

About This Theme