13 May 2010

BAB I

13 May 2010
ISLAM DAN MASALAH KEBANGSAAN
Bagaimana sesungguhnya kaum Muslimin memandang hubungan antara agama dan Negara, dan ketika suatu Negara diproklamirkan sebagai Negara bangsa? Terdapat kesepakatan diantara kaum Muslimin bahwa eksistensi Negara adalah suatu keniscayaan bagi keberlangsungan hidup bermasyarakat. 

Dalam konsep Negara-Agama institusionalisasinya di bentuk atas dasar khilafah. Bentuk institusi kenegaraan seperti ini hanya mengenal dua konsep territorial, dar al-Islam (Negara Islam), sebagai wilayah orang-orang Islam, dam dar al-harb (Negara perang) sebagai wilayah orang-orang non Islam. Sementar itu orang-orang non-muslim yang berada dalam wiliyah Islam dimasukkan dalam kelompok orang-orang yang dilindungi (ahldzimmah). Konsep ini pada gilirannya akan menafikkan pluralitas bangsa sebagai pluralitas politik.

a. Islam sebagai Ideologi
Islam tidak saja sebagai lembaga agama yang bersifat sejarah di pandang dari segi politiknya, tetapi Islam juga suatu idiologi politik yang terkemuka. Sebagai ideologi ia melaksanakan fungsi integratife dalam system politik Negara timur tegah. 

Apabila kesadaran Islam yang meningkat itu memperkuat konsensus di dalam masyarakat politik, dan di semua sisi kehidupan penanaman ajaran Islam telah di wujudkan, maka dikotomi Islam-Politik tidak akan ada lagi
Pada sisi lain tidak seorang Muslim pun yang menolak bahwa Islam adalah agama yang memiliki totalitas ajaran. Islam mengatur semua persoalan kehidupan manusia, baik yang berdimensi spiritual maupun yang berkaitan dengan hubungan antara manusia. Islam dalam hal ini misalnya mengatur persoalan-persoalan ekonomi, buadaya, social dan politik dan juga bahkan dengan alam.


b. Politik dalam Islam
Kehidupan politik saat ini sedang memperlihatkan dinamika yang sangat tinggi. Sesudah 23 tahun lamanya saluran politik masyarakat yang tersumbat oleh kekuasaan tirani, kini telah jebol. Puluhan partai politik telah berdiri, dan dari sekian banyak partai politik itu, beberap diantaranya secara terbuka mengambil basis atau landasan agama untuk aktivitas politiknya, bahkan sebagian yang lain menggugat asas tunggal pancasila.
Sebenarnya dalam al-Qur’an ada prinsip-prinsip yang dapat diangkat menjadi konsep lembaga kontrol terhadap kekuasaan, seperti apa yang sering disebut amar ma’ruf nahi munkar. Prinsip ini menghendaki bahwa kekuasaan yang melakukan kemungkaran, seperi korupsi, repsesif dan otoriter harus diluruskan melalui lembaga musyawarah atau yang kini desebut lembaga perwakilan.

Yang harus dipahami sepenuhnya oleh ummat Islam adalah bahwa politik Islam tidak dapat diterapkan tanpa tegaknya Daulah Khilafah, bahwa memisahkan politik Islam dari kehidupan dan agama berarti adalah hal yang keliru, sebab Islam mengatur semua aspek kehidupan. 

Maka secara keseluruhan, ajaran Islam mengatur kehidupan seorang Muslim sebagai individu, keluarga, sosial masyarakat dan politik kenegaraan. Tuntunan Islam mengatur semua urusan dari adab beristinja (bersuci dari kotoran) hingga urusan kepemimpinan pemerintahan.

BAB II
PLURALISME, INSKLUSIFISME DAN DAKWAH

1. Pluralisme,
Kata “pluralisme” berasal kata plural dan isme. Kata “plural” diartikan dengan menunjukkan lebih dari satu. Sedangkan isme diartikan dengan sesuatu yang berhubungan dengan paham atau aliran. Dalam bahasa Inggris disebut pluralism yang berasal dari kata “plural” yang berarti lebih dari satu atau banyak. Dalam Kamus The Contemporary Engglish-Indonesia Dictionary, kata “plural” diartikan dengan lebih dari satu/jamak dan berkenaan dengan keanekaragaman. Jadi pluralisme, adalah paham atau sikap terhadap keadaan majemuk, baik dalam konteks sosial, budaya, politik, maupun agama.

Sedangkan Pluralisme agama adalah suatu paham yang mengakui agama lain sebagai absah atau ”valid and authentic”. Valid dan otentik inilah sebenarnya suatu pengakuan bahwa agama lain di luar agama seseorang sebagai yang absah. Namun kaum pluralis tidak sekedar mengakui keberadaan sebagai agama. Lebih dari itu mereka menganggap semua agama mewakili kebenaran yang sama, meskipun ’posisinya’ tidak sama.semuanya menjanjikan keselamatan dan kebahagiaan walaupun ‘resepnya’ berbeda-beda. Terdapat banyak jalan menuju tuhan, semuanya oke, tidak ada satupun yang butuh atau menyesatkan.

2. Inklusifisme
Inklusifisme adalah anggapan bahwa semua agama memiliki otentisitas masing-masing. Inklusifisme di zaman pasca-modern berarti merangkul, mengayomi, memayungi, mengasihi, atau dengan kata lain tindakan/gerakan terhadap the others karena Allah itu juga inklusif.

3. Dakwah
Secara etimologi dakwah berasal dari bahasa Arab yaitu da’a-yad’u-da’watan yang berarti mengajak, menyeru atau memanggil. Hal itu berdasarkan firman Allah dalam AL-Qur’an surat An-Nahl ayat 125 yaitu :
Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”

Dan firman Allah surat Al-Imran ayat 104:
Artinya: “ Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung”.

Sedangkan makna dakwah menurut terminilogi adalah sebagai berikut
a. Menurut ulama Mesir Syaikh Ali Mahfudz

Beliau mendefinisikan dakwah adalah ”Memotifasi manusia untuk berbuat kebajikan , mengikuti petunjuk, memerintahkan kebaikan dan mencegah kemunkaran, agar mereka memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat ”.
b. Menurut M. Natsir:

Beliau mendefinisikan bahwa dakwah adalah usaha usaha menyerukan dan menyampaikan kepada perorangan manusia dan seluruh umat manusia konsepsi Islam tentang pandangan dan tujuan hidup manusia di dunia ini, dan yang meliputi amar ma’ruf nahi munkar dengan berbagai macam cara dan media yang diperbolehkan akhlak dan membimbing pengalamannya dalam perikehidupan bermasyarakat dan perikehidupan bernegara.

c. Menurut A. Hasjmy.
Dakwah yaitu mengajak orang lain untuk menyakini dan mengamalkan akidah dan syariat Islam yang terlebih dahulu diyakini oleh pendakwah itu sendiri. 

d. Menurut M. Quraish Shibab
Dakwah adalah seruan atau ajakan kepada keinsafan atau usaha mengubah situasi yang lebih baik dan sempurna, baik trhadap pribadi maupun masyarakat.

BAB III
STRATEGI POLITIK ISLAM

A. Pembetukan Pemerintahan
Pembentukan pemerintahan di kalangan kaum Muslimin tidak di sepakati oleh para Ulama di zaman klasik. Ada golongan Islam yang menganggap pembentukan pemerintahan hukumnya boleh (tidak waiib), tapi ada juga yang mewajibkannya. Golongan yang berpendapat bahwa penbentukan pemerintahan hukunya boleh (tidak wajib) ialah Khawarij. Alasan yang di kemukakan oleh kelompok ini antara lain bahwa pembentukan pemerintahan bertentangan dengan prinsip persamaan.

Adapun golongan Islam yang mewajibkan terbentuknya pemerintahan berpendapat bahwa pemerintahan itu dasarnya adalah ijma’, yakni tindakan para sahabat setelah wafatnya Nabi shallahu ‘alaihi wasallam, yang disepakati ketika itu Abu Bakkar sebagai pengganti Nabi kemudian beliau menjadi Khalifah. Pemerintahan juga di perlukan untuk mengatur kehidupan masyarakat untuk menghindari kekacauan, ketertiban, perdamaian dan keadilan yang dicita-citakan Islam, dan itu hanya akan terwujud melalui organisasi yang di sebut pemerintahan.

B. Prinsip Musyawarah
Islam sangat menganjurkan musyawarah. Terbukti pada masa Nabi, banyak persoalan ummat diselesaikan melalui mekanisme syura (permusyarawatan) antara beliau dan para sahabatnya. Bahkan dalam Islam, melaksnakan keputusan hasil musyawarah adalah wajib sangat dianjurkan.

Tujuan musyawarah tak lain adalah untuk sharing ide dan gagasan untuk mencapai apa yang di idealkan bersama, sebab tidak mustahil ada ide cemerlang yang tidak ketahui dari mereka, tetapi diketahui oleh yang lain. Jadi musyawarah berfungsi sebagai wadah untuk menampung aspirasi dan mempertemukan ide-ide kaum muslimin waktu itu. 

Berkaitan dengan pentingnya pengembangan mekanisme musyawarah ini Allah berfirman dalam al-Qur’an surat Ali Imran ayat: 159
Artunya: (Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu, kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya)

Prinsip musyawarah ini menurut Islam harus di tegakkan, karena kekuasaan itu bukanlah monopoli seseorang atau suatu kelompok. Adapun tata cara pelaksanaan musyawarah itu diserahkan kepada umat islam sesuai dengan kebutuhan mereka. Tapi dalam pemikiran islam klasik, penyelenggaraan prinsip musyawarah diwujudkan dalam bentuk lembaga berupa ahlul halli wal aqdi (wewenang untuk melepaskan dan mengikatkan). Yakni sebuah lembaga yang memiliki supremasi yuridis dan lembaga ini dapat mengangkat dan menurunkan Imam, namun pembentukan lembaga ahlul halli wal aqdi tidak di sepakati oleh ulama, ibnu Taymiyyah yang dikenal salah seorang peletak dasar konsep politik islam menolak pembentukan lembaga ini.

Menurut ibnu taimiyyah, pemimpin harus dipilih melalui mubaya’ah (sumpa setia) oleh rakyat, karena rakyatlah yang memiliki kekuatan riil dalam masyarakat, tapi suara rakyat ini dapat diwakili oleh orang-orang atau figu-figur yang secara nyata ditaati dan dihormati oleh masyarakat, namun kelemahan dasar dalam pelaksanaan prinsip musyawarah disepanjang sejarah ialah tidak berkembangnya lembaga kontrol terhadap kekuasaan.

KESIMPULAN
Islam adalah agama yang mencakup semua aspek kehidupan mulai dari masalah-masalah kecil sampai ke yang besar (dalam kancah pemerintahan), sehingga hal yang sangat keliru kalau ada pemisahan antara agama dan politik, sebab dalam al-Qur’an ada prinsip-prinsip yang dapat diangkat menjadi konsep lembaga kontrol terhadap kekuasaan, seperti apa yang sering disebut amar ma’ruf nahi munkar. Prinsip ini menghendaki bahwa kekuasaan yang melakukan kemungkaran, seperi korupsi, repsesif dan otoriter harus diluruskan melalui lembaga musyawarah atau yang kini deseebut lembaga perwakilan
Sejarah sudah membuktikan bahwa agama bukan penghalang bagi eksistensi perpolitikan dalam sebuah Negara, justru dengan memasukkan nilai-nilai agama dalam aspek politk akan memberi banyak peluang untuk keberlangsungan dakwah Islam, seperti yang terjadi di Mesir pada akhir abad 21 yang di pelopori oleh Hasan Al-Banna.

DAFTAR PUSTAKA

Abu Yasid, Fiqih Politik, Fatwa Tradisional untuk orang Modern, Erlangga, Jakarta, 2005
Khotib Pahlawan Koyo, Menejemen Dakwah, Amzah, Jakarta, 2007
Hasbi As-Shidiqy, Ilmu Kenegaraan dalam Fiqih Islam, Bulan Bintang Jakarta, 1971
Seri Islam dan Demokrasi, Pergaulan Pesantren dan Demokratisasi, LKiS Yokyakarta, 2000
Sudirman Tebba, Islam Menuju Era Reformasi, Tiara Wacana, Yokyakarta, 2001
Yusuf al-Qardhawi, Tarbiyah Politik Hasan Al-Banna, Referensi Gerakan Dakwah di Kancah Politik, Arah Press, Jakarta 2007
Samsul Amin Munir, Rekontruksi Pemikiran Dakwah Islam, Amzah, Jakarta, 2008
John L. Esposito, Identitas Islam pada Perubahan Sosial-Politik, Bulan Bintang, Jakarta, 1986
Samsudin Arif, Orientalis dan Diabolisme Pemikiran, Gema Insan, Jakarta, 2008
Abdul Qadim Zallum, Politik Pemikiran Islam, Al-Izzah, Bangil, 2004

Related Post:

0 comments:

Post a Comment

 

Author

My photo
Kehidupan adalah permainan puzzle, kadangkala mudah untuk mencari potongan puzzle yang kita butuhkan, kadangkala kita kesulitan, bingung, bahkan panik sehingga seringkali kita memaksakan potongan puzzle yang tidak tepat. yang menyebabkan kesempurnaan menjadi ternodai hanya dengan setitik tinta. maka ketika puzzle telah tersusun sempurna Kita baru mengerti apa maksud Sang Pencipta (Sesungguhnya akal manusia sangat terbatas).

Posting Terbaru

About This Theme